Hujan di Kala Senja

Oleh: Fea Putra Sumber: Media Ajaib A.I Canva Sebuah kisah hidup yang penuh dengan penyesalan.Walaupun telah berlalu, sangat sulit tuk dilupakan.Luka batin yang tak kan pernah hilang begitu saja. Hujan deras di kala senja, aku mengingat paras dirinya saat terakhir kali kita bertemu. Tampak rupawan dengan kucir dan poni istimewanya yang sangat ikonis. Alangkah baiknyaLanjutkan membaca “Hujan di Kala Senja”

Nestapa Hati Menghantarkan Sang Pemiliknya

Oleh: Kholid Aldi Abdullah Senja itu mengingatkanku ketika dia masih bersamaku. Mendekapku ketika kedinginan, dan selalu mengulurkan tangganya ketika aku sedang dijatuhkan oleh roda kehidupan. Walau tak lama, namun memori yang dihasilkan dalam siluet burung dan cahaya jingga itu sangat jelas tergambar dalam permukaan tanah basah yang saat itu memang dilanda hujan. Awan mendung sepertiLanjutkan membaca “Nestapa Hati Menghantarkan Sang Pemiliknya”

Toko Serba Ada

Oleh: Fea Putra Di dekat rumah, dari jarak sekitar 5 menit dengan berjalan kaki, terdapat sebuah toserba yang tak begitu besar. Letaknya berada di tengah rumah-rumah dengan lampu putih yang menyala terang sehingga toserba itu terlihat mencolok, seperti mercusuar di tengah laut. Sepi tak ada siapapun, hanya ada diriku dengan seorang kasir yang tampak kurangLanjutkan membaca “Toko Serba Ada”

Derai dan Temu

Oleh: Angela Merici T N A Pernahkah sebuah pengalaman singkat mengubah sudut pandang kalian terhadap sesuatu seutuhnya? Aku bertemu dengannya di sebuah halte bus—seorang gadis tanpa identitas diri—perempuan yang berhasil memikatku pada pandangan pertama. Hari itu pasukan hujan menyerang bumi. Ayah dipindahtugaskan sehingga kami sekeluarga harus mengikutinya, sementara aku serta-merta meninggalkan teman-temanku dan terpisah denganLanjutkan membaca “Derai dan Temu”

Renjana Biru

Oleh: Putri Meilia Sari Hari ini, Bagas bangun pagi. Nyamuk-nyamuk yang bersarang di sudut ruangan seakan terkejut karena begitu mendengar alarm, Bagas langsung bangun dengan tatapan mata penuh semangat untuk pergi ke sekolah. Padahal, biasanya alarm itu tidak pernah bermanfaat baginya karena setelah mematikan alarm, Bagas pasti akan melanjutkan acara tidurnya dan berakhir telat. Namun,Lanjutkan membaca “Renjana Biru”

Pulang ke Pangkuan Ibu

Oleh: Dwitya Fina Berat langkahku mengantar diri ini ke teras depan sebuah toko berkanopi. Ku sandarkan tulang-tulang punggungku di dindingnya, sembari menghindar sengatan lampu raksasa milik sang alam. Hari ini panas, cuaca di tanah perantauanku tak tertahankan lagi. Aneh memang cuaca di kota besar ini. Baru saja kulihat orang-orang berpakaian rapi berbincang dengan seriusnya, “dunia ini sudah gila, kiamatLanjutkan membaca “Pulang ke Pangkuan Ibu”

Nirmala Dikala Senja

Oleh: Dhia Zahra Stya Amany Sosok lelaki yang selalu kujadikan rumah ketika hariku begitu berat. Badannya menjadi ciri khas, tinggi, putih, dan cukup berisi. Sepertinya dia cocok jadi anggota militer jika melihat dadanya yang lebar. Wanita mana yang tidak kagum melihat lelaki seperti dia dengan rambut khasnya bak oppa-oppa Korea. Empat tahun yang lalu, dimana kisah kami berubah menjadi pembelajaran yang begitu hebat bagi kehidupan dunia percintaanku. Dia orang yang membuat aku berhentiLanjutkan membaca “Nirmala Dikala Senja”

Pakaian Rere

Oleh: Intan Azarin Nabila Rere bingung, sudah hampir satu bulan penuh, tetapi ia tak pernah bisa untuk mengganti pakaiannya di rumah yang hanya terbuat dari tanah berukuran dua kali satu  meter itu. Pakaian yang semula berwarna putih bersih, kini pakaian itu sudah berubah warna menjadi coklat, basah, dan sangat kotor. Rere  ingin sekali  menggantinya, pakaianLanjutkan membaca “Pakaian Rere”

Hey, Aku

Oleh: Qois Mustaghfiri Asyrofi Sudah hampir dua jam berlalu dan kau masih mendengarkannya. Mulutnya masih aktif mengeluarkan apa yang ingin dia sampaikan dari dalam pikirannya. Secara mendadak, matanya mulai mengeluarkan sesuatu. Kau yang berada tepat di depannya tidak bisa melakukan apa pun selain melihat air matanya yang jatuh sekaligus mendengarkan kata-kata yang tidak berhenti keluar dari mulutnya.Lanjutkan membaca “Hey, Aku”

Laut 1987

Oleh: Niken Yuni Astuti Semburat rona jingga mulai menampakkan cahaya kemerahannya, tepat di pesisir pulau kecil sana, rona senja nampak cantik terlihat dari pantulan air laut, menandakan matahari akan berganti dengan bulan, dan siang akan berubah menjadi malam. Dibalik indahnya ciptaan Tuhan itu, terdapat beberapa orang merasa lega karena berhasil melewati maut. Tuhan, seakan-akan memberiLanjutkan membaca “Laut 1987”